Inception
Film yg gak mgkn aku nonton kalo aku sendirian. *bukan karena horror*
Dulu2, aku itu tipe orang yg agak2 berbicara *bertanya* kalo lagi nonton. Walau aku tahu, yg nonton barengku juga belum nonton, but I “feel secure” kalo aku bisa actually talk about the movie during the movie. Yang paling setia adalah koko dan satu uncle’ku. Yes, aku emang annoying, tapi mereka selalu ladenin. Namun lama-lama, semakin gede, yah lebih tau diri lah, dan udah lama banget gak nonton ama mereka, jadi bener-bener “berpikir” sendirian.
Inception
Sudah direncanakan aku bakal nanya sepanjang nonton, karena “warning” dari yang dah pernah nonton. Tapi kenyataannya, hanya beberapa patah kata saja yang keluar, I even didn’t blink my eyes *lebay*.
Inception
Bicara tentang mimpi sampai bertingkat-tingkat, dan mempengaruhi pikiran dengan memasukkan ide ke alam bawah sadar orang lain.
Sebagai tukang mimpi sejati, *bahkan tidur siang yang hanya 15 menit pun aku pasti mimpi*, aku cuma pernah mengalami mimpi 2 tingkat, jadi saat aku bangun, ternyata aku masi bermimpi. Awal-awal mengalami mimpi gitu, cukup frustasi, “saya mau bangun!!!!!!!” tapi setelah beberapa kali, jadi actually bisa enjoy dan geli sendiri.
Selesai nonton kemarin, aku gak sabar pengen tidur tuk lihat aku mimpi apa yah, dan jadi mikir, sebenernya apa sih yang mempengaruhi mimpi itu.
Kalo di inception kan, kita bisa merancang mimpi kita sendiri. Seru makanya itu, creating our own world.
Berdasarkan pengalamanku selama ini, tidak selamanya mimpiku terdeteksi penyebabnya. Walaupun kadang-kadang banyak mimpi yang terjadi karena aku memikirkan tentang sesuatu atau seseorang sepanjang hari, dan bermimpilah di malam hari. Menyenangkan yah?! Namun sering kali, orang maupun peristiwa yang tidak pernah terpikiran sebelumnya, masuk ke dalam mimpiku, dan membuatku berpikir ketika bangun, “How is she/he?” etc.
Bedanya di inception itu adalah, kita bisa memilih untuk terus hidup di dunia mimpi kita. Kalau udah bosen, tinggal “mati” dan kembali deh ke dunia nyata. Kalo emang suka dengan mimpi kita, selama-lamanya hidup di sana >.<
Sedangkan di dunia nyata, kita tidak ada pilihan, kita harus bangun, kecuali kalo kita jadi tidur selamanya alias “bye2 dunia”.
Inception
Hari jumat malam, hujan, Jakarta! Apa itu?
Maceeeeeeet!!!!!
Rencana makan sebelum nonton pun, ter-loncat menjadi setelah nonton. Pulang jadi lebih malam. Dan aku mungkin masi “setengah bermimpi dan belum sadar2 banget”.
Baru tadi pagi, pas bener2 bangun dari mimpi’ku semalam, di ranjang, pas buka mata, aku berpikir bahwa sering kali aku hidup di dalam “mimpi”, di dalam fantasi ku sendiri. Aku membuat scenario hidupku, dan itu sama dengan “bermimpi di tengah hari bolong”. Though, setiap hari aku menyerahkan hariku dan hidupku ke Tuhan, namun sering kali juga aku berusaha menjadi sutradara, berusaha mengambil kendali supaya jalan cerita sesuai dengan scenario ku, berusaha memasukkan artis2 lain supaya hasil akir menjadi seperti “mimpiku”.
Dan aku menyadari, ketika aku sadar bahwa “I’ve been living in my own fantasy” *puji Tuhan, bisa sadar juga*, aku punya pilihan, apakah apa mau get real, and menyudahi fantasi itu. Or aku mau tetap meng-entertain myself dengan hidup di “dunia maya nan indah”?
Getting real dan menyudahi fantasi itu, seringkali cukup “menyakitkan”, karena itu sama dengan menghancurkan rancangan indah yang selama ini kita tata. Tapi, it’s real! Dan itu adalah kenyataannya. Buatku, biar bagaimanapun, eventually aku harus bangun dari mimpiku, it may be really hurtful ketika aku do the u-turn, tapi at least, I am back in the real game, the real world.
The real game! The real life! With the best of the best Director yang punya Master Plan ttg kita! The best scenario ever!
Bedanya, kita hanyalah pemain, mengikuti arahan Sutradara Agung, and kita gak tahu jalan cerita sampai ujung. Kita diarahkan selangkah demi selangkah, melalui setiap scene yang benar-benar unpredictable. Tapi Dia berjanji, kita gak pernah sendiri, dan hasilnya pasti terbaik.
Ini janjiNya, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Ya, semua orang berhak punya “mimpi”, tapi jangan biarkan “mimpi” itu menguasai kita dan membuat mata kita tertutup terhadap dunia nyata yang Tuhan anugrahkan bagi kita. Kita jadi lupa bersyukur dengan apa yang ada, karena bagi kita, “ini bukan “mimpi”ku, aku gak mau!!!”.
Mungkin kita berpikir, “Hidupku akan lebih indah kalo aku punya ini.” “Semuanya akan berbeda kalo aku bersama/ masih bersama dia.” “Hidupku akan berarti kalo aku bisa bekerja di perusahaan ini.” Aku tidak bilang itu salah, tapi bedakan “mengejar mimpi” dengan “hidup di alam mimpi.”
Pagi ini, setelah aku benar-benar bangun dari mimpiku, aku juga tersadar bahwa “aku harus bangun dari ‘mimpi’ku yang lain”. Yeah, it hurts. But, I choose to wake up and get real!
Karena aku percaya, Dia punya a bigger picture yang jauh lebih indah dari yang pernah aku “mimpikan”.
No comments:
Post a Comment