Thursday, July 15, 2010

a legacy of love

April 8th 2010

Tadinya, saya tidak rencana untuk share tentang buku ini. Selama 3 hari belakangan ini, saya baca buku “Warisan Cinta Kasih” – A Legacy of Love- yang ditulis oleh Ruth Graham McIntyre yg isinya tentang hal yang dia pelajari dari Ibunya, Ruth Graham. Buku ini tipis, hanya 130an halaman, itupun sudah termasuk beberapa foto keluarga mereka, hehe..

Karena itu bukan buku saya, saya gak bisa mencoret2 buku itu or stabilo-in, seperti yang biasa saya lakukan ke buku saya sendiri, akhirnya saya hanya mencatat beberapa bagian yang saya suka. Saking sukanya, saya membaca catatan saya berulang kali, dan semakin saya baca-semakin saya suka, semakin saya suka - semakin saya tidak bisa menahan diri untuk membagikannya ke orang lain.

Ini beberapa yang saya catat:
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ibu melakukan apa yang dia ajarkan kepada kami : Dia menghitung saat2 yang menyenangkan, dan dia berupaya keras memberikan contoh cara berpikir yang membangun dan positif bagi aku dan saudara2ku.

Ibu mempunyai kesanggupan yang luar biasa mengubah situasi apapun menjadi kesempatan untuk bercanda.

Di sepanjang hidup kami, Ibu telah meringankan beban kami ketika menghadapi kekecewaan yang paling besar.

“Bersyukurlah atas semua yang kita terima dan tidak menyesali apa yang tidak bisa kita raih.” –Ruth Graham –

Namun meskipun dia adalah seorang periang, Ibu sangat memahami kesedihan, keburukan dan penderitaan dalam kehidupan. Dia menerima kenyataan itu; dia tidak menutupi2 kesedihan atau mencoba untuk mengabaikannya. Sifatnya yang susah ditebak seimbang dengan rasa belas kasihan dan kepekaan. Kedua hal itulah yang dia tunjukan dengan begitu berlimpah kepadaku ketika aku mengalami kehilangan dan sakit hati. Bahkan, pemahaman Ibu akan penderitaan mungkin adalah hasil dari KEDALAMAN SUKACITAnya. Dia dapat menghitung saat2 yang menyenangkan karena dia sudah begitu dekat dengan beberapa peristiwa kelam sejak usianya masih sangat muda.

Kunci untuk menghitung saat2 menyenangkan : memahami bahwa yang membuat saat2 itu menyenangkan bukanlah tidak adanya saat2 yang sulit – yang kita sebut masa2 suram- melainkan karena kehadiran terang Tuhan.

Melalui pengalamanku jauh dari rumah, hubunganku dengan Yesus akan menjadi lebih nyata bagiku, dan Alkitab akan menjadi bagdian yang lebih penting dalam hidupku. “aku mengetahui itu dengan melihat pengalamanku,” tulis Ibu, “saat2 tersulit dalam hidupku telah menjadi saat2 dmana kerohanianku paling produktif.”

“Cukup katakan saja kepada Tuhan, 'aku seutuhnya adalah milikMu. Ambillah waktu ini.. dan pakailah aku disini menjadi saksi yang bercahaya bagi Kristus'. Serahkanlah hidupmu, hakmu akan kebahagiaan, hal2 pribadi yang lebih kau sukai, dsb. Dan, terimalah setiap hari, setiap teman, setiap tugas, setiap kebahagiaan, jika hal itu datang. Dan, terimalah semua itu sebagai pemberian khusus dari Dia- suatu kesempatan untuk belajar, untuk melayani Dia.” -Ruth Graham-

“Tersenyumlah ketika kau rasanya ingin menangis. Kau akan terkejut mengetahui betapa banyaknya orang yang sebetulnya ingin menangis spt kau juga. Dunia ini penuh dengan orang2 yang sakit hati.”- Ruth Graham –

Untuk menghargai buku jurnalnya, dia tidak menulis apapun yang dia pikir akan mempermalukan dan melukai orang lain. Aku menduga Ibu mengerti bahwa jurnal2nya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi berikutnya. Artinya, bahkan tulisannya pun tidak bisa menjadi sepenuhnya saluran yang aman untuk menuangkan emosinya yang terdalam. ..kehidupan doa Ibulah saluran murni bagi pemikiran2 dan perasaannya yang paling pribadi.

Jika kita dapat mempertahankan sukacita di dalam Tuhan, maka kita dapat bertahan selama masa-masa sulit. Mungkin ini satu bagian dari warisan yang telah diturunkan Ibu kepadaku : kemampuan untuk memilih bersukacita apa pun situasinya, dan bertahan pada sukacita itu ketika badai datang.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Buku ini membawa inspirasi yang banyak buat saya. Dari chapter pertama saya sudah banyak belajar, bagaimana seorang Ruth Graham yang selalu memandang hidupnya dengan sukacita. Seorang yang suka bercanda dan melucu, mencairkan suasana dan membawa sukacita dalam hidup orang lain.

Saya bisa melihat betapa tugas menjadi seorang istri dan ibu adalah tugas yang sangat mulia, tugas yang berat, dan tugas yang sangat memerlukan komitmen dan konsistensi. Seorang Ruth Graham secara konsisten dan setia menulis surat kepada anak2nya yang berada jauh dari dia, untuk meng-encourage anak2nya, mengajar mereka dengan kebenaran firman Tuhan untuk bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Walau di buku ini tidak diceritakan perjuangan Ruth Graham mensupport pelayananan Billy Graham yang luar biasa sibuk dan sering absen di rumahnya, tapi saya tetap bisa merasakan pengorbanan dan pengabdiannya.

Ruth Graham mempunyai meja khusus dimana Alkitab dan buku-nya selalu terbuka. Dia tidak pernah berhenti belajar dan menggali kebenaran firman Tuhan. Dan dia tidak berhenti disana, dia selalu membagikan apa yg dipelajari kepada anak2nya dan orang di sekelilingnya, baik dari Firman Tuhan yg dia renungkan, juga dari hal lain yg Tuhan ajarkan kepada dia.

Ruth Graham juga konsisten mencatat hal2 dalam hidupnya di jurnal pribadinya, dan kecintaan akan menulis dimulai dari sana. Dari membaca, dan menulis jurnal. Dia juga menulis puisi.

Seorang Ruth Graham memberi gambaran ttg seorang Proverbs 31 lady! Dan saya bersyukur mengetahui lagi, bahwa Proverbs 31 lady itu sungguh seorang yang nyata.

Walau Ruth Graham punya pembantu di rumahnya, dia tetap adalah seorang ibu rumah tangga yang mengatur rumah tangganya dengan kreatif, dia mengurus anak2nya dengan disiplin dan cinta kasih, dia tahu kapan harus berkata ya - kapan harus berkata tidak kepada mereka, dia juga memberkati society-nya dengan apa yg dia miliki, dia pencipta rumah yang telaten, dia menghargai barang2 antik dan mampu menyulap menjadi barang yg berharga, dia menempatkan keluarganya sebagai prioritas utama. Dia merawat dirinya sendiri. Dia tidak pernah mengabaikan dirinya. Dia tidak menggunakan keterbatasan fisiknya sebagai alasan untuk tidak rapi. Bahkan sampai di usia senja pun, dia masi dress-up!

Dan yang pasti, dia seorang yang sungguh2 mencintai Tuhan, mencintai Firman Tuhan, dan dia seorang yang bertekun berdoa! Sampai masa akhir hidupnya, dia masi berdoa dengan berlutut-walau itu adalah hal yg sangat sulit dilakukan oleh seorang “nenek” yg sudah sangat tua, dia membaca firman Tuhan dengan kaca pembesar, dan dia masi menghafal ayat Firman Tuhan yang diketik oleh sekretaris-nya dengan cetakan yg sangat besar.

Saya jadi berpikir, kalau suatu saat kisah hidup saya akan diceritakan, apakah legacy yang akan saya tinggalkan?!

Fear not tomorrow, God is already there.
ini adalah quote yg Ruth Graham letakkan di meja membacanya, dan dia menulis buku dengan judul ini juga. Yup, ini adalah daftar buku selanjutnya yg akan saya cari dan saya baca, ditambah buku biografi-nya “Ruth: A Portrait” hehe, membaca ttg legacy yg ia tinggalkan membuat saya ingin belajar lebih banyak ttg hidupnya.

1 comment: